Begitu menawan di mataku...

Begitu menawan di mataku...

Friday, October 5, 2012

Isi Sertipikat


Sertifikat tanah hak milik wajib berisikan dua bagian utama yaitu Buku Tanah dan Surat Ukur. Sedangkan Sertifikat hak milik atas satuan rumah susun harus berisikan empat bagian utama yaitu: 1) salinan buku tanah, 2) salinan surat ukur atas Tanah Hak Bersama, 3) gambar denah tingkat rumah susun yang bersangkutan yang menunjukkan satuan rumah susun yang dimiliki, dan 4) Pertelaan/uraian mengenai besarnya hak milik atas bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama yang bersangkutan. Semua bagian-bagian dari sertifikat-sertifikat tersebut ada arsipnya dan dipelihara baik-baik di Kantor Pertanahan.
Untuk menjamin keamanan, kepastian dan perlindungan hukum bagi para pemilik sertifikat, Kantor Pertanahan meneylenggarakan suatu penatausahaan pendaftaran tanah dengan antara lain menyelenggarakan, menyimpan dan memelihara apa yang disebut dengan Daftar Umum, yang terdiri dari enam daftar yaitu: 1) Daftar Nama; 2) Daftar Tanah; 3) Daftar Buku Tanah; 4) Daftar Surat Ukur; 5) Daftar Denah satuan rumah susun; dan 6) Daftar Salinan Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun. Tugas-tugas penyelenggaraan penatausahaan dimaksud merupakan amanat dari pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria (UU No.5/1961 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria) dan PP 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang tata caranya diatur secara operasional oleh Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997. Ketiga peraturan perundangan tersebut memang merupakan dasar hukum utama bagi penyelenggaraan pendaftaran tanah.
Dapat disimpulkan bahwa isi sertifikat tak lain dan tak bukan adalah buku tanah dan surat ukur yang dijadikan satu buku dan disampul (sampul luar berwarna hijau, ukuran kwarto) menjadi sebuah dokumen dan diberi judul SERTIPIKAT. Sedangkan isi sertifikat hak milik atas satuan rumah susun masih harus ditambah lagi dengan gambar denah dan uraian hak pemilik setifikat atas tanah/bagian /benda bersama.
Oleh karena itu, halaman satu isi Buku Tanah dengan sendirinya menjadi halaman pertama isi sertifikat. Halaman satu Buku Tanah itu sendiri berwarna hijau yang sedikit lebih tua daripada warna hijau sampul Sertifikat, juga ukuran kwarto.
Sampul sertifikat berwarna hijau muda, ukuran 21 cm x 28 cm atau ukuran kwarto, bertuliskan dalam huruf-huruf kapital warna hitam: “BADAN PERTANAHAN NASIONAL” pada bagian atas, kemudian di bawahnya ada gambar lambang negara RI yaitu Burung Garuda, kemudian “SERTIPIKAT (TANDA BUKTI HAK)” atau “SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN” pada bagian tengan, selanjutnya “KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN/KOTAMADYA ……..” pada bagian bawah, dan paling bawah terdapat nomor Sertifikat yang menempati sederetan kotak-kotak kecil.
Nomor Sertifikat (sama dengan nomor Buku Tanah), terdiri dari 14 dijit. Misalnya nomor sertifikat tersebut adalah 10.15.22.05.1.02324. Dua dijit pertama (10) adalah nomor kode Propinsi (Jawa Barat), dua dijit kedua (yaitu 15) adalah nomor kode Kabupaten /Kota (yaitu kota Bandung), dua dijit ketiga (yaitu 22) adalah nomor kode kecamatan (yaitu kecamatan Ujung Berung) , dua dijit keempat (yaitu 05) adalah nomor kode kelurahan/desa (yaitu kelurahan pasanggrahan), satu dijit kemudian (yaitu 1) adalah nomor kode nama/macam hak (yaitu Hak Milik), dan lima dijit terakhir adalah nomor hak (yaitu 02324).
Pada bagian dalam sampul belakang sertifikat yang diterbitkan setelah 8 Oktober 1997 tertulis “Ketentuan P.P. 24 Tahun 1997 yang perlu diperhatikan” yaitu bunyi dari pasal-pasal 17, 32, 36, 40, dan 42 PP 24/1997. Sedangkan pada sertifikat yang diterbitkan sebelum 8 Oktober 1997 tertulis “Ketentuan P.P. 10 Tahun 1961 yang perlu diperhatikan” yaitu bunyi dari pasal-pasal 19, 20, 21, 22, 33, 42, 43 dan 44 PP 10/1961.
1.  Bagian Buku Tanah
Buku tanah merupakan dokumen yang menegaskan data keabsahan penguasaan/kepemilikan hak si pemegang sertifikat dan data keabsahan obyektif bidang tanah yang dikuasai/dimiliki si pemegang sertifikat. Menurut definisi formalnya, “Buku Tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya.” (Pasal 1 butir 19 PP No. 24 Th. 1997).Buku tanah terdiri dari empat halaman ukuran kwarto (21cm x 28cm), namun bisa ditambah apabila halaman terakhir sudah penuh diisi.


2.  Bagian Surat Ukur
Surat Ukur merupakan dokumen yang menyatakan kepastian lokasi dan besaran-besaran obyektif  (lokasi, batas dan luas) dari bidang tanah yang digambarkan yang dikuasai/ dimiliki si pemegang sertifikat. Menurut definisi formalnya, “Surat Ukur adalah dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian.” (Pasal 1 butir 17 PP No. 24 Th. 1997).
Surat Ukur pada sertifikat hak milik atas tanah merupakan hasil salinan dari Peta Pendaftaran Tanah (biasanya pada cara pendaftaran tanah sistematik) atau dari hasil pengukuran bidang tanah (biasanya pada cara pendaftaran tanah sporadik). Pada sertifikat hak milik atas tanah yang diterbitkan berdasarkan PP 10/1961, Surat Ukur boleh digantikan oleh Gambar Situasi/GS, yang bersumber pada peta apa sajayang layak. Namun setelah berlakunya PP 24/1997 Gambar Situasi tidak diperkenankan lagi untuk menggantikan Surat Ukur. Itulah sebabnya mengapa dalam sertifikat contoh-3 masih menggunakan Gambar Situasi (kata “Surat Ukur”-nya dicoret), karena sertifikat ini diterbitkan Tahun 1995 berdasarkan PP 10/1961 atau sebelum lahir/ berlakunya PP 24/1997 serta memang belum ada Peta Pendaftaran Tanahnya untuk lokasi tersebut sebagai sumber kutipan. Sedangkan pada sertifikat contoh-1 dan contoh-2 sudah langsung Surat Ukur (tidak tersedia lagi pilihan/ alternatif Gambar Situasi), karena kedua sertifikat ini diterbitkan setelah berlakunya PP 24/1997, yang menggantikan PP 10/1961. Kandungan data dalam Surat Ukur bisa dibedakan menjadi dua jenis data, walaupun sama-sama merupakan data fisik.
Jenis pertama adalah data berupa uraian mengenai: Nomor Surat Ukur, lokasi ( Desa/Kelurahan, Kabupaten/Kota, dan Propinsi); Nomor Peta Pendaftaran (yang menjadi sumber kutipan Surat Ukur), keadaan tanah, tanda-tanda batas, luas bidang tanah, penunjukan dan penetapan batas, pengesahan Kepala Kantor Pertanahan atau Ketua Panitia Ajudikasi atas nama Kepala Kantor Pertanahan pada cara pendaftaran tanah sistematik (lihat contoh-1 dan contoh-2), dan keterangan pemisahan/pengggabungan/penggantian sertifikat.
Jenis data kedua adalah peta bidang tanah (lengkap denagn penunjuk arah Utara sebagai orientasi) yang disertifikatkan dan bidang-bidang tanah lain sekitarnya yang berbatasan, yang dibubuhi nomor-nomor bidang tanah (dalam lima dijit) dalam wilayah Desa/Kelurahan lokasi bidang tanah bersangkutan. Nomor ini sama dengan lima dijit terakhir pada NIB dalam kotak b) halaman 2 pada Buku Tanah. Garis batas untuk bidang tanah bersangkutan dicetak lebih tebal. Skala peta bisa satu berbanding 500 (1:500) atau bisa juga satu berbanding 1000 (1:1000) atau lainnya disesuaikan dengan ruang gambar/kertas yang tersedia, dan kalau terpaksa boleh juga dengan menggunakan salinan Peta Pendaftaran (skalanya bisa 1:1000 atau 1:2000 atau 1:5000)
Yang menarik bagi kita juga adalah adanya nomor Buku Tanah pada lembar pertama Surat Ukur ini, pencantuman nomor tersebut memang diperlukan sebagai data penghubung antara Surat Ukur dan Buku Tanah. Adanya data penghubung antara bagian/file ini merupakan keharusan dalam sistem basis data apapun, termasuk pada sistem basis data pengelolaan pendaftaran tanah dan penerbitan sertifikat.


3.  Gambar Denah Satuan Rumah Susun
Gambar denah satuan rumah susun diawali dengan nomor gambar denah dan uraian mengenai status hak “tanah bersama” serta keterangan mengenai Surat Ukur. Pada sertifikat dengan tegas dijelaskan bahwa status hak tanah bersama tempat berdirinya bangunan rumah susun tersebut adalah Hak Guna Bangunan. Selanjutnya berupa uraian mengenai letak satuan rumah susun yang disertifikatkan itu di dalam bangunan rumah susun. Hal ini penting, mengingat sebuah rumah susun tentunya bisa terdiri dari puluhan atau mungkin ratusan satuan rumah susun, yang masing-masing harus disertifikatkan. Uraian mengenai hal yang berkenaan dengan satuan rumah susun yang disertifikatkan tersebut disahkan oleh Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah atas nama Kepala Kantor Pertanahan.
Selain data uraian di atas, Gambar Denah harus menggambarkan melalui peta secara pasti batas-batas satuan rumah susun yang disebut dengan “Denah Satuan Rumah Susun”, dan posisi satuan rumah susun tersebut pada lantai berapa dimana satuan rumah susun tersebut beradayang disebut dengan “Denah Bangunan Lantai”.
Pada sertifikat hak milik atas satuan rumah susun pun ternyata terdapat data penghubung atau biasa disebut atribut relasi yang menghubungkan antara Buku Tanah dan Gambar Denah. Pada lembar uraian Gambar Denah, misalnya, terdapat nomor Buku Tanah yang mencantumkan data Gambar Denah. Data penghubung yang tumpang tindih (overlapping) demikian akan sangat membantu dalam pengelolaan sistem basis data pendaftaran tanah untuk hak milik atas satuan rumah susun dan pendaftaran tanah umumnya pada Kantor Pertanahan.  
  

1 comment: