Sertifikat tanah hak milik wajib berisikan dua bagian utama yaitu Buku
Tanah dan Surat Ukur. Sedangkan Sertifikat hak milik atas satuan rumah susun
harus berisikan empat bagian utama yaitu: 1) salinan buku tanah, 2) salinan
surat ukur atas Tanah Hak Bersama, 3) gambar denah tingkat rumah susun yang
bersangkutan yang menunjukkan satuan rumah susun yang dimiliki, dan 4)
Pertelaan/uraian mengenai besarnya hak milik atas bagian bersama, benda bersama
dan tanah bersama yang bersangkutan. Semua bagian-bagian dari
sertifikat-sertifikat tersebut ada arsipnya dan dipelihara baik-baik di Kantor
Pertanahan.
Untuk menjamin keamanan, kepastian dan perlindungan hukum bagi para
pemilik sertifikat, Kantor Pertanahan meneylenggarakan suatu penatausahaan
pendaftaran tanah dengan antara lain menyelenggarakan, menyimpan dan memelihara
apa yang disebut dengan Daftar Umum, yang terdiri dari enam daftar yaitu: 1)
Daftar Nama; 2) Daftar Tanah; 3) Daftar Buku Tanah; 4) Daftar Surat Ukur; 5)
Daftar Denah satuan rumah susun; dan 6) Daftar Salinan Sertifikat Hak Milik
atas Satuan Rumah Susun. Tugas-tugas penyelenggaraan penatausahaan dimaksud
merupakan amanat dari pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria (UU No.5/1961
tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria) dan PP 24/1997 tentang Pendaftaran
Tanah, yang tata caranya diatur secara operasional oleh Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997. Ketiga peraturan perundangan tersebut
memang merupakan dasar hukum utama bagi penyelenggaraan pendaftaran tanah.
Dapat disimpulkan bahwa isi sertifikat tak lain dan tak bukan adalah
buku tanah dan surat ukur yang dijadikan satu buku dan disampul (sampul luar
berwarna hijau, ukuran kwarto) menjadi sebuah dokumen dan diberi judul
SERTIPIKAT. Sedangkan isi sertifikat hak milik atas satuan rumah susun masih
harus ditambah lagi dengan gambar denah dan uraian hak pemilik setifikat atas
tanah/bagian /benda bersama.
Oleh karena itu, halaman satu isi Buku Tanah dengan sendirinya menjadi
halaman pertama isi sertifikat. Halaman satu Buku Tanah itu sendiri berwarna
hijau yang sedikit lebih tua daripada warna hijau sampul Sertifikat, juga
ukuran kwarto.
Sampul sertifikat berwarna hijau muda, ukuran 21 cm x 28 cm atau ukuran
kwarto, bertuliskan dalam huruf-huruf kapital warna hitam: “BADAN PERTANAHAN
NASIONAL” pada bagian atas, kemudian di bawahnya ada gambar lambang negara RI
yaitu Burung Garuda, kemudian “SERTIPIKAT (TANDA BUKTI HAK)” atau “SERTIPIKAT
HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN” pada bagian tengan, selanjutnya “KANTOR
PERTANAHAN KABUPATEN/KOTAMADYA ……..” pada bagian bawah, dan paling bawah
terdapat nomor Sertifikat yang menempati sederetan kotak-kotak kecil.
Nomor Sertifikat (sama dengan nomor Buku Tanah), terdiri dari 14 dijit.
Misalnya nomor sertifikat tersebut adalah 10.15.22.05.1.02324. Dua dijit
pertama (10) adalah nomor kode Propinsi (Jawa Barat), dua dijit kedua (yaitu
15) adalah nomor kode Kabupaten /Kota (yaitu kota Bandung), dua dijit ketiga
(yaitu 22) adalah nomor kode kecamatan (yaitu kecamatan Ujung Berung) , dua
dijit keempat (yaitu 05) adalah nomor kode kelurahan/desa (yaitu kelurahan
pasanggrahan), satu dijit kemudian (yaitu 1) adalah nomor kode nama/macam hak
(yaitu Hak Milik), dan lima dijit terakhir adalah nomor hak (yaitu 02324).
Pada bagian dalam sampul belakang sertifikat yang diterbitkan setelah 8
Oktober 1997 tertulis “Ketentuan P.P. 24 Tahun 1997 yang perlu diperhatikan” yaitu
bunyi dari pasal-pasal 17, 32, 36, 40, dan 42 PP 24/1997. Sedangkan pada
sertifikat yang diterbitkan sebelum 8 Oktober 1997 tertulis “Ketentuan P.P. 10
Tahun 1961 yang perlu diperhatikan” yaitu bunyi dari pasal-pasal 19, 20, 21, 22,
33, 42, 43 dan 44 PP 10/1961.
1. Bagian Buku Tanah
Buku tanah merupakan dokumen yang menegaskan data
keabsahan penguasaan/kepemilikan hak si pemegang sertifikat dan data keabsahan
obyektif bidang tanah yang dikuasai/dimiliki si pemegang sertifikat. Menurut
definisi formalnya, “Buku Tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat
data yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada
haknya.” (Pasal 1 butir 19 PP No. 24 Th. 1997).Buku tanah terdiri dari empat
halaman ukuran kwarto (21cm x 28cm), namun bisa ditambah apabila halaman
terakhir sudah penuh diisi.
2. Bagian Surat Ukur
Surat Ukur merupakan dokumen yang menyatakan kepastian
lokasi dan besaran-besaran obyektif
(lokasi, batas dan luas) dari bidang tanah yang digambarkan yang
dikuasai/ dimiliki si pemegang sertifikat. Menurut definisi formalnya, “Surat
Ukur adalah dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta
dan uraian.” (Pasal 1 butir 17 PP No. 24 Th. 1997).
Surat Ukur pada sertifikat hak milik atas tanah
merupakan hasil salinan dari Peta Pendaftaran Tanah (biasanya pada cara
pendaftaran tanah sistematik) atau dari hasil pengukuran bidang tanah (biasanya
pada cara pendaftaran tanah sporadik). Pada sertifikat hak milik atas tanah
yang diterbitkan berdasarkan PP 10/1961, Surat Ukur boleh digantikan oleh
Gambar Situasi/GS, yang bersumber pada peta apa sajayang layak. Namun setelah
berlakunya PP 24/1997 Gambar Situasi tidak diperkenankan lagi untuk
menggantikan Surat Ukur. Itulah sebabnya mengapa dalam sertifikat contoh-3
masih menggunakan Gambar Situasi (kata “Surat Ukur”-nya dicoret), karena
sertifikat ini diterbitkan Tahun 1995 berdasarkan PP 10/1961 atau sebelum
lahir/ berlakunya PP 24/1997 serta memang belum ada Peta Pendaftaran Tanahnya untuk
lokasi tersebut sebagai sumber kutipan. Sedangkan pada sertifikat contoh-1 dan
contoh-2 sudah langsung Surat Ukur (tidak tersedia lagi pilihan/ alternatif
Gambar Situasi), karena kedua sertifikat ini diterbitkan setelah berlakunya PP
24/1997, yang menggantikan PP 10/1961. Kandungan data dalam Surat Ukur bisa
dibedakan menjadi dua jenis data, walaupun sama-sama merupakan data fisik.
Jenis pertama adalah data berupa uraian mengenai:
Nomor Surat Ukur, lokasi ( Desa/Kelurahan, Kabupaten/Kota, dan Propinsi); Nomor
Peta Pendaftaran (yang menjadi sumber kutipan Surat Ukur), keadaan tanah,
tanda-tanda batas, luas bidang tanah, penunjukan dan penetapan batas,
pengesahan Kepala Kantor Pertanahan atau Ketua Panitia Ajudikasi atas nama
Kepala Kantor Pertanahan pada cara pendaftaran tanah sistematik (lihat contoh-1
dan contoh-2), dan keterangan pemisahan/pengggabungan/penggantian sertifikat.
Jenis data kedua adalah peta bidang tanah (lengkap
denagn penunjuk arah Utara sebagai orientasi) yang disertifikatkan dan
bidang-bidang tanah lain sekitarnya yang berbatasan, yang dibubuhi nomor-nomor bidang
tanah (dalam lima dijit) dalam wilayah Desa/Kelurahan lokasi bidang tanah
bersangkutan. Nomor ini sama dengan lima dijit terakhir pada NIB dalam kotak b)
halaman 2 pada Buku Tanah. Garis batas untuk bidang tanah bersangkutan dicetak lebih
tebal. Skala peta bisa satu berbanding 500 (1:500) atau bisa juga satu
berbanding 1000 (1:1000) atau lainnya disesuaikan dengan ruang gambar/kertas
yang tersedia, dan kalau terpaksa boleh juga dengan menggunakan salinan Peta
Pendaftaran (skalanya bisa 1:1000 atau 1:2000 atau 1:5000)
Yang menarik bagi kita juga adalah adanya nomor Buku
Tanah pada lembar pertama Surat Ukur ini, pencantuman nomor tersebut memang
diperlukan sebagai data penghubung antara Surat Ukur dan Buku Tanah. Adanya data
penghubung antara bagian/file ini merupakan keharusan dalam sistem basis data
apapun, termasuk pada sistem basis data pengelolaan pendaftaran tanah dan
penerbitan sertifikat.
3. Gambar Denah Satuan Rumah Susun
Gambar denah satuan rumah susun diawali dengan nomor
gambar denah dan uraian mengenai status hak “tanah bersama” serta keterangan
mengenai Surat Ukur. Pada sertifikat dengan tegas dijelaskan bahwa status hak
tanah bersama tempat berdirinya bangunan rumah susun tersebut adalah Hak Guna
Bangunan. Selanjutnya berupa uraian mengenai letak satuan rumah susun yang
disertifikatkan itu di dalam bangunan rumah susun. Hal ini penting, mengingat
sebuah rumah susun tentunya bisa terdiri dari puluhan atau mungkin ratusan
satuan rumah susun, yang masing-masing harus disertifikatkan. Uraian mengenai
hal yang berkenaan dengan satuan rumah susun yang disertifikatkan tersebut
disahkan oleh Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah atas nama Kepala
Kantor Pertanahan.
Selain data uraian di atas, Gambar Denah harus menggambarkan
melalui peta secara pasti batas-batas satuan rumah susun yang disebut dengan
“Denah Satuan Rumah Susun”, dan posisi satuan rumah susun tersebut pada lantai
berapa dimana satuan rumah susun tersebut beradayang disebut dengan “Denah
Bangunan Lantai”.
Pada sertifikat hak milik atas satuan rumah susun pun
ternyata terdapat data penghubung atau biasa disebut atribut relasi yang menghubungkan antara Buku Tanah dan Gambar
Denah. Pada lembar uraian Gambar Denah, misalnya, terdapat nomor Buku Tanah yang
mencantumkan data Gambar Denah. Data penghubung yang tumpang tindih (overlapping) demikian akan sangat
membantu dalam pengelolaan sistem basis data pendaftaran tanah untuk hak milik
atas satuan rumah susun dan pendaftaran tanah umumnya pada Kantor Pertanahan.
Ada contoh buku tanah secara halaman keseluruhan?
ReplyDelete